Ketika Suporter Tak Mafhum Musik "Cinta"

2013/05/08

Penulis: Edhie Prayitno Ige
"Hari ini aku tinggal pekerjaan,
 Diam-diam aku nonton pertandingan
 Orang bilang aku sudah kesurupan
 Demi PSIS apapun kulakukan

Ho ho ho, ho ho ho, ho ho ho
Ho ho ho, ho ho ho, ho ho ho"

Semarang, Squadpost.com—Paduan suara suporter PSIS terus menggema di tiap inchi stadion Krida Bhakti Purwodadi, Minggu (5/5/2013) sore. Bukan hanya paduan suara unisono, namun berbagai perkusi ikut dimainkan. Bass Drum, Snare Drum, Simbal dalam jumlah minimal sudah cukup untuk membakar kerumunan anak muda berkostum biru, yang menamakan diri suporter PSIS. Ada dua kelompok, Panser Biru dan Snex. Mereka tak berhenti menyanyikan lagu dengan irama Iwak Peyek versi Trio Macan. Ya, lagu Iwak Peyek memang lagunya suporter dan itu sudah diakui para personil Trio Macan.

Sementara mereka bernyanyi di dalam stadion, teman-temannya belum bisa masuk ke stadion. Total penonton dari PSIS saja sekitar 7500 orang, sedangkan kapasitas stadion hanya 10 ribu orang. Menjadi wajar jika penonton membeludak sampai tepi lapangan.

Di pojokan tribun, Fachri (15) siswa kelas dua SMP swasta di Semarang juga seakan tak peduli dengan suhu udara yang berkisar 42 derajat celcius. Keringat sudah membasahi kaos yang dikenakannya. Fachri bukan anggota Panser Biru, ia anggota SNEX (Semarang Extreme) kelompok suporter PSIS lainnya.

"Janji Sehidup Semati, Kan Selalu Membenci Jetman, Kalongmania, Banaspati" demikian tulisan di punggung Fachri. Banaspati adalah kelompok suporter Persijap Jepara, Kalong Mania adalah kelompok suporter pendukung Persip Pekalongan.


Anak-anak muda belasan tahun itu tak sadar, kemerdekaan mereka tengah diinvasi oleh lirik lagu dan atribut yang dikenakannya. Seperti disampaikan Probowatie Tjondronegoro MSi, psikolog alumni UGM. Menurutnya, lirik lagu jika dijiwai saat menyanyikannya dan bersama-sama, akan mampu menginternalisasi sikap.

"Itu jelas sekali membangkitkan jiwa
korsa. Persamaan dukungan akan dirasakan sebagai persamaan nasib. Perkusi yang dipukul dengan emosi penuh, juga menyalurkan energi khusus dalam aura psikologi massa," kata Probowati.

Meskipun demikian, atmosfir persamaan nasib itu memberikan efek berbeda bagi yang ada di dalam stadion dan yang berada diluar stadion. Mereka yang diluar stadion, saat menyanyikan sambil berteriak tanpa kontrol volume dan peach, tentu saja menjadi intimidasi bagi petugas pintu masuk.

"Saya lebih baik tidak gajian atau dipecat, daripada ditimpuki massa. Suasananya sangat seram," kata Jono salah satu petugas tiket.

Apa yang dikhawatirkan terjadi kerusuhan ternyata aman sampai akhir pertandingan. Hanya memang pertandingan terganggu karena stadion tak dilengkapi lampu sehingga harus dihentikan.

Siapa sangka saat para suporter itu mau pulang justru dihadang warga kecamatan Godong. Rupanya saat berangkat sebelum sampai stadion, ada ulah segelintir suporter yang merugikan warga. Penjarahan mini market, memainkan gas sepeda motor, dan juga nyanyian yang l
iriknya mengejek warga.

Hal itupun diakui oleh koordinator Panser Biru, Mario Baskoro. Mario menjelaskan bahwa mereka yang datang duluan, telah membuat kesalahan. Mereka seperti mengkampanyekan kebencian.

"Atas dasar itu, kami memaklumi kalau warga menjadi marah. Yang saya sayangkan, semua suporter termasuk anak-anak kecil yang tak tahu persoalan, akhirnya kena getahnya," kata Mario.

Pembina Paguyuban Suporter Jawa Tengah yang juga mantan manager PSIS, Yoyok Sukawi juga mengakui banyaknya perilaku negatif suporter.

"Saya tidak tahu banyak kaitannya sama lyric lagu yang mereka ciptakan. Tapi lirik itu memang efektif untuk menyatukan perbedaan yang ada, dan mampu menjadi penyalur energi lebih milik adik-adik itu," kata Yoyok.

Kampanye Kebencian

Fachri yang menjadi pembuka cerita di awal tulisan ini mengakui. Ia tak tahu-menahu persoalan sehingga ia ikut tertahan di Godong hingga lebih dari 12 jam. Ia bahkan curiga ada suporter Persijap Jepara yang ikut nimbrung.

"Mungkin karena ada anak-anak Jetman yang nimbrung, jadi warga marah dan mengejar-ngejar kami," katanya.

Fachri lalu bercerita, ketika dihadang warga, sebagian rombongan suporter ada yang tetap bersatu sambil bernyanyi. Namun ketika lagu-lagu yang dinyanyikan selesai, mereka pun kocar kacir.

"Sebagian besar berlindung di kantor Mapolsek Godong," katanya.

Analisis Probowatie Tjondronegoro pun mendekati kebenaran. Sebab Fachri yang mengenakan kaos kampanye kebencian pada kelompok suporter lain, langsung curiga bahwa aksi warga ditunggangi.

"Anak-anak itu kan melihat, mendengar, dan menyentuhnya setiap hari. Sehingga menjadi pembenar dan menjadi habitual untuk membenci kelompok lain, khususnya yang ditulis tadi," kata Probowatie.

Cinta Untuk Melawan

Menghindari arogansi massa, pembina Paguyuban suporter Jawa Tengah Yoyok Sukawi kemudian beriktikad untuk mengubah performa sangar kaum suporter. Fanatisme terhadap tim perlu dibangun, namun hanya untuk internal saja. Sedangkan keluar akan dilakukan dengan kampanye cinta, solidaritas antar suporter.

"Hakekatnya, dalam sepakbola itu mencintai tim adalah mengagumi dengan hati. Dan mengagumi adalah mencintai dengan pikiran. Dengan demikian, jika mencintai tim otomatis akan menggunakan logika untuk bertindak," kata Yoyok.

Langkah pertama yang hendak diambil adalah, membenahi jargon-jargon cinta tim sepakbola dengan bahasa yang mengedepankan cinta. Yoyok tetap memberikan kebebasan kepada para suporter itu untuk berekspresi, namun ekspresi kebencian sebisa mungkin harus dihilangkan.

"Misalnya saja kita pertemukan para komposer-komposer di kelompok suporter, untuk menggubah lagu. Kemudian didistribusikan sesuai tim masing-masing. Selain itu, lyricnya juga harus lebih estetis dan penuh etika, sehingga membawa aura positif di lapangan," kata Yoyok.

Sebagai mantan manajer, Yoyok mengaku bahwa tim sangat membutuhkan dukungan suporter. Namun jika dukungan dilakukan dengan sikap benci kepada tim lawan, juga akan mempengaruhi pemain untuk tak sportif.

"Kalau dukungan diberikan dengan cinta, para pemain lebih percaya diri, sportif, dan permainan menjadi enak dilihat," katanya.

Apa yang disampaikan Yoyok, sebangun dengan analisis Probowatie. Dicontohkan dalam lagu-lagu populer yang mengedepankan etika dan estetika komposisi, dan dibawakan dengan penghayatan penuh, biasanya nuansa yang diinginkan penggubah atau penyanyi akan sampai.

"Lihat saja kalau dalam konser-konser, seringkali penonton ikut menangis atau sedih," kata Probowatie.

Sepakbola dan musik adalah dua dunia yang berbeda. Namun keduanya ternyata bisa disatukan oleh kelompok yang sering disepelekan pengurus PSSI, yaitu suporter. Sulit mencari komposisi lagu suporter yang mampu membangkitkan nasionalisme, semangat, dan sportifitas seperti "Garuda di Dadaku" yang merupakan adaptasi lagu "Apuse" dari Papua.

Slank selaku penggubah lyric pun dikenal dengan kampanye cinta yang termaktub dalam jargon "PLUR" Peace, Love, Unity dan Respect. Jarang terdengar ada tawuran penggemar Slank, justru lebih banyak tawuran jika ada konser dangdut seronok.

Ayo para musisi, komposer, komponis. Beri anak-anak muda dengan energi lebih ini, lagumu. Lagu penuh cinta.


Editor: Kahfi Dirga Cahya

Share this Article on :

2 comments:

Anonim mengatakan...

Ada kesalahan. Banaspati adalah kelompok pendukung persijap jepara. Sama seperti jetman. Kalau pendukung persis solo itu pasoepati. Solo semarang sudah gak ada permusuhan lagi

Anonim mengatakan...

fokus mendukung tim sendiri lebih baik dibanding mengurusi kelompok supoter atau tim lain

Posting Komentar

 
© Copyright KonBlok 2013 - 2014 | Design by KonBlok.